Pelabuhan Santos, suatu hari pada 1894. Seorang pria tampak geliasah. Dia adalah John Miller, ekspatriat yang bekerja membuat rangkaian rel kereta api di So Paolo. Hari itu, dia menantikan si anak, Charles Miller, yang usai menimbal ilmu di negeri leluhurnya, Inggris, tepatnya Southampton. Dia berharap sang anak turun dengan ijazah hasil pendidikannya.
Akan tetapi alangkah terkejutnya John ketika melihat Charles menuruni tangga kapal dan tiba di hadapannya. Charles menenteng dua buah bola sepak. Satu di tangan kanan, satu lagi di tangan kiri. "Charles, apa itu?" tanya John seketika. Sang anak dengan ringan menjawab, "Ini diplomaku, ayah." Aku lulus dari pendidikan sepak bola."
Penggalan cerita itulah yang tersurat dalam buku Futebol, The Brazilian Way of Life ketika sang penulis, Alex Bellos, berkisah tentang awal mula kedatangan sepak bola Brasil. Seperti di negara-negara lain, sepak bola memang datang ke negeri Samba lewat orang Britania Raya. Bedanya, Charles Miller sebenarnya orang Brasil. Ayahnya, John, berasal dari Inggris. Sementara sang ibu asli dari Brasil.
Pada 1884, John sengaja mengirim Charles yang kala itu berumur 10 tahun ke Inggris. Maksudnya agar Charles mendapat pendidikan yang baik tentang segala hal. Di Bannisters School, Charles mendapatkan itu semua. Namun selain itu, di sana pula ia mengenal sepak bola dan menjadi pemain ulung hingga mendapat kesempatan bergabung dengan St. Mary's, klub yang menjadi cikal bakal Southampton sekarang.
Sejarah itu mendapat pertentangan dari Richard McBrearty, kurator dari museum sepak bola Skotlandia. Pada 2011 dia menemukan fakta bahwa Thomas Donohue, ekspatriat asal Skotlandia, yang membawa sepak bola ke Brasil saat bekerja di pabrik tekstil di Bangu, Rio De Jeneiro pada 1893. Enam bulan sebelum Miller membentuk klub So Paolo, tepatnya di suatu minggu pada April 1894, pertandingan sepak bola pertama digelar dengan satu tim hanya berisi lima pemain.
"Miller memang figur penting, tetapi seharusnya Donohue juga dihargai sebagai orang yang mengenalkan sepak bola di Brasil dan kepada orang-orang miskin yang lantas menjaga permainan itu tetap hidup," terang MvBrearty seperti dikutip Herald Scotland pada 24 Maret 2011.
Kontribusi Imigran
Akan tetapi alangkah terkejutnya John ketika melihat Charles menuruni tangga kapal dan tiba di hadapannya. Charles menenteng dua buah bola sepak. Satu di tangan kanan, satu lagi di tangan kiri. "Charles, apa itu?" tanya John seketika. Sang anak dengan ringan menjawab, "Ini diplomaku, ayah." Aku lulus dari pendidikan sepak bola."
Penggalan cerita itulah yang tersurat dalam buku Futebol, The Brazilian Way of Life ketika sang penulis, Alex Bellos, berkisah tentang awal mula kedatangan sepak bola Brasil. Seperti di negara-negara lain, sepak bola memang datang ke negeri Samba lewat orang Britania Raya. Bedanya, Charles Miller sebenarnya orang Brasil. Ayahnya, John, berasal dari Inggris. Sementara sang ibu asli dari Brasil.
Pada 1884, John sengaja mengirim Charles yang kala itu berumur 10 tahun ke Inggris. Maksudnya agar Charles mendapat pendidikan yang baik tentang segala hal. Di Bannisters School, Charles mendapatkan itu semua. Namun selain itu, di sana pula ia mengenal sepak bola dan menjadi pemain ulung hingga mendapat kesempatan bergabung dengan St. Mary's, klub yang menjadi cikal bakal Southampton sekarang.
Sejarah itu mendapat pertentangan dari Richard McBrearty, kurator dari museum sepak bola Skotlandia. Pada 2011 dia menemukan fakta bahwa Thomas Donohue, ekspatriat asal Skotlandia, yang membawa sepak bola ke Brasil saat bekerja di pabrik tekstil di Bangu, Rio De Jeneiro pada 1893. Enam bulan sebelum Miller membentuk klub So Paolo, tepatnya di suatu minggu pada April 1894, pertandingan sepak bola pertama digelar dengan satu tim hanya berisi lima pemain.
"Miller memang figur penting, tetapi seharusnya Donohue juga dihargai sebagai orang yang mengenalkan sepak bola di Brasil dan kepada orang-orang miskin yang lantas menjaga permainan itu tetap hidup," terang MvBrearty seperti dikutip Herald Scotland pada 24 Maret 2011.
Kontribusi Imigran
Terlepas dari kontroversi soal Miller dan Donohue, satu hal yang pasti, sejarah awal sepak bola Brasil tak bisa dilepaskan dari peran ekspatriat. Selain Miller dan Donohue, ada sosok-sosok lain yang memegang peranan penting, diantaranya adalah Oscar Cox dan Hans Nobiling.
Jika Miller menjadi sosok sentral perkembangan sepak bola Sao Paolo dengan mendirikan klub di sana dan lantas menggelar kompetisi di wilayah itu pada 1902, Cox berkontribusi besar di Rio de Jeneiro. Seperti Miller, Cox juga Anglo Brazilian. Namun dia mengenal sepak bola saat menimba ilmu di Laussane, Swiss. Setelah mengenalkan sepak bola pada 1901, Cox mendirikan Fluminense bersama 19 rekannya.
Sementara itu, Nobiling yang berasal dari Jerman berkontribusi dalam mengenalkan peraturan sepak bola. Pada 1897, Nobiling yang pernah membela tim junior SC 1887 Germania, cikal bakal Hamburger SV, membawa peraturan sepak bola yang berlaku di klubnya ke Brasil. Lalu dia mendirikan SC Internacional setelah ditampik Sao Paolo.
Mengingat pengaruh sangat besar dari ekspatriat dari Eropa, sepak bola di Brasil pada awalnya hanya berkembang di kalangan eknomi atas yang didominasi orang-orang berkulit putih. Orang-orang kulit hitam hanya bisa menonton, itu pun dari atap rumah dengan mencuri-curi. Namun, pada akhirnya mereka bisa bergabung juga. Bangu Athletic Club, klub yang didirikan Donohue, tercatat sebagai pionir dalam hal ini.
Itu menjadi tonggak tersendiri. Pasalnya, seperti diakui Belo dan ditegaskan McBrearty, hanya dengan keterlibatan orang kulit hitamlah sepak bola menjadi budaya di Brasil. Bahkan sejarah mencatat, superstar pertama adalah peranakan kulit hitam. Dia adalah Artur Friedenreich dan wanita Brasil berkulit hitam, Mathilde.
Friedenreich memulai kiprahnya di klub pecahan dari Internacional, SC Germania, pada 1909. Sebuah catatan menyatakan dialah orang yang lebih dulu membukukan lebih dari 1000 gol dibanding Pele. Sayangnya, Friedenreich tak sempat mendunia. Pada 1930, dia gagal bermain di Piala Dunia karena timnas Brasil hanya boleh diisi pemain-pemain asal Rio de Jeneiro, sementara dia tinggal di Sao Paolo.
Jika Miller menjadi sosok sentral perkembangan sepak bola Sao Paolo dengan mendirikan klub di sana dan lantas menggelar kompetisi di wilayah itu pada 1902, Cox berkontribusi besar di Rio de Jeneiro. Seperti Miller, Cox juga Anglo Brazilian. Namun dia mengenal sepak bola saat menimba ilmu di Laussane, Swiss. Setelah mengenalkan sepak bola pada 1901, Cox mendirikan Fluminense bersama 19 rekannya.
Sementara itu, Nobiling yang berasal dari Jerman berkontribusi dalam mengenalkan peraturan sepak bola. Pada 1897, Nobiling yang pernah membela tim junior SC 1887 Germania, cikal bakal Hamburger SV, membawa peraturan sepak bola yang berlaku di klubnya ke Brasil. Lalu dia mendirikan SC Internacional setelah ditampik Sao Paolo.
Mengingat pengaruh sangat besar dari ekspatriat dari Eropa, sepak bola di Brasil pada awalnya hanya berkembang di kalangan eknomi atas yang didominasi orang-orang berkulit putih. Orang-orang kulit hitam hanya bisa menonton, itu pun dari atap rumah dengan mencuri-curi. Namun, pada akhirnya mereka bisa bergabung juga. Bangu Athletic Club, klub yang didirikan Donohue, tercatat sebagai pionir dalam hal ini.
Itu menjadi tonggak tersendiri. Pasalnya, seperti diakui Belo dan ditegaskan McBrearty, hanya dengan keterlibatan orang kulit hitamlah sepak bola menjadi budaya di Brasil. Bahkan sejarah mencatat, superstar pertama adalah peranakan kulit hitam. Dia adalah Artur Friedenreich dan wanita Brasil berkulit hitam, Mathilde.
Friedenreich memulai kiprahnya di klub pecahan dari Internacional, SC Germania, pada 1909. Sebuah catatan menyatakan dialah orang yang lebih dulu membukukan lebih dari 1000 gol dibanding Pele. Sayangnya, Friedenreich tak sempat mendunia. Pada 1930, dia gagal bermain di Piala Dunia karena timnas Brasil hanya boleh diisi pemain-pemain asal Rio de Jeneiro, sementara dia tinggal di Sao Paolo.
Terbentuknya Timnas
Pada tanggal 21 Juli 1914, pemain-pemain terbaik dari klub-klub di Rio
de Janeiro dan Sao Paulo bersatu untuk menghadapi klub asal Inggris,
Exeter City, dan dari situlah tonggak berdirinya tim nasional Brasil
yang kemudian menjadi 'raja' sepakbola.
Exeter City terbang ke Amerika Selatan atas kehendak pemain-pemain Argentina, yang telah mengirimkan permintaan kepada FA agar mengirim tim untuk menghadapi tim-tim lokal di sana. FA memilih Exeter City, yang saat itu sedang bertengger di papan tengah Southern League, sebagai perwakilan Inggris.
Usai menjalani serangkaian pertandingan di Argentina, Exeter City dijadwalkan menjalani tiga laga uji coba di Brasil sebelum kembali ke Inggris. Mereka menang 3-0 di pertandingan pertama menghadapi ekspatriat Inggris di sana, kemudian mereka mengalahkan tim Rio selection dengan skor 5-3. Untuk pertandingan terakhir, Rio mengabaikan rivalitas lokal dan meminta bantuan kepada Sao Paulo untuk mengirim pemain terbaik mereka.
Penonton yang datang ke pertandingan antara tim Brasil All Star menghadapi Exeter City membludak, Stadion Laranjeiras, Rio, sesak dipenuhi 10 ribu suporter. Setelah tim Brasil unggul 1-0 melalui gol Oswaldo Gomes, tim tamu bermain kasar, dikabarkan striker tim Brasil Artur Friedenreich ditabrak dengan sangat keras sehingga kehilangan dua gigi di laga tersebut. Tim Brasil membalas perlakuan tersebut dengan mencetak gol tambahan, kali ini melalui Osman, sehingga kedudukan berakhir dengan skor 2-0.
Sejak saat itu, tim nasional Brasil terus berkembang hingga saat ini menjadi tim paling sukses dengan mencatatkan rekor sebagai tim yang paling banyak memenangkan trofi Piala Dunia.
Exeter City terbang ke Amerika Selatan atas kehendak pemain-pemain Argentina, yang telah mengirimkan permintaan kepada FA agar mengirim tim untuk menghadapi tim-tim lokal di sana. FA memilih Exeter City, yang saat itu sedang bertengger di papan tengah Southern League, sebagai perwakilan Inggris.
Usai menjalani serangkaian pertandingan di Argentina, Exeter City dijadwalkan menjalani tiga laga uji coba di Brasil sebelum kembali ke Inggris. Mereka menang 3-0 di pertandingan pertama menghadapi ekspatriat Inggris di sana, kemudian mereka mengalahkan tim Rio selection dengan skor 5-3. Untuk pertandingan terakhir, Rio mengabaikan rivalitas lokal dan meminta bantuan kepada Sao Paulo untuk mengirim pemain terbaik mereka.
Penonton yang datang ke pertandingan antara tim Brasil All Star menghadapi Exeter City membludak, Stadion Laranjeiras, Rio, sesak dipenuhi 10 ribu suporter. Setelah tim Brasil unggul 1-0 melalui gol Oswaldo Gomes, tim tamu bermain kasar, dikabarkan striker tim Brasil Artur Friedenreich ditabrak dengan sangat keras sehingga kehilangan dua gigi di laga tersebut. Tim Brasil membalas perlakuan tersebut dengan mencetak gol tambahan, kali ini melalui Osman, sehingga kedudukan berakhir dengan skor 2-0.
Sejak saat itu, tim nasional Brasil terus berkembang hingga saat ini menjadi tim paling sukses dengan mencatatkan rekor sebagai tim yang paling banyak memenangkan trofi Piala Dunia.
Referensi:
Thank you very much for sharing information that will be much helpful for making coursework my effective.
BalasHapusBrazil identik dengan bintang bola Pele
BalasHapusartikel menarik, komentar juga ya ke blog saya www.belajarbahasaasing.com
BalasHapus"Get the hottest transfer news, transfer gossip and match results every day! Be the first to know about the biggest events in the world of football." For complete information, visit our website here https://shotsgoal.com/
BalasHapusGet the latest news from the world of football, from match results to hot transfer rumors! Come visit our website here https://shotsgoal.com/
BalasHapus